Coba diingat-ingat, bagaimana perasaan kamu ketika melihat unggahan foto liburan seorang teman di media sosial, sementara kamu sibuk bekerja bagai kuda?
Apakah kamu merasa gelisah, iri dan takut di saat yang bersamaan?
Kalau iya, bisa jadi kamu itu FOMO.
Atau begini, kamu merasa gusar ketika melihat teman baru saja membeli smartphone dari brand keluaran terbaru yang ramai diperbincangkan.
Kamu juga gelisah teman lainnya memakai aplikasi lipsync terbaru. Lantas, kamu merasa takut ketinggalan tren dan terdorong untuk membeli dan memakainya juga.
Perasaan itu wajar, kok.
Sebagai manusia, kamu tentunya tak mau ketinggalan dan takut untuk ditinggal.
Dengan kata lain, kamu ingin menjadi bagian dari kelompok dan mengetahui apa yang sedang terjadi.
Nah, ketakutan inilah yang dinamakan sebagai Fear of Missing Out alias FOMO.
Kondisi ini pun banyak dimanfaatkan para pelaku bisnis dalam menyusun strategi marketing dengan melibatkan konsep FOMO. FOMO mulai dikenal sejak 2013, namun konsep “takut ketinggalan” ini sebenarnya sudah ada dari dulu, sebelum era media sosial dan ponsel.
FOMO ini lebih menjelaskan kondisi di mana kita seperti takut melewatkan sebuah acara bersama teman-teman, atau tak menggunakan teknologi atau perangkat yang sama dengan orang-orang di sekitar kita.
FOMO memang identik dengan millennial.
Dikutip dari Strategy Online, lebih dari 60% milenial memutuskan untuk membeli, menyewa, atau menggunakan sesuatu dikarenakan takut dibilang kudet atau kurang update oleh teman-temannya.
Eventbrite juga menyebut sebanyak 69% aktivitas remaja saat ini banyak dipengaruhi perilaku FOMO.
Lalu, bagaimana sih cara menerapkan strategi FOMO yang efektif? Nah, untuk mengetahui jawabannya, yuk simak ulasannya berikut ini:
Apa itu FOMO?
FOMO adalah kondisi psikologi yang menggambarkan rasa gelisah seseorang ketika ketinggalan tren atau suatu hal yang menyenangkan.
Secara harfiah, FOMO ini mempunyai makna “takut ketinggalan”.
Tidak ada salah dengan perilaku FOMO. Itu semua kembali kepada bagaimana orang menyikapinya.
Menjadi FOMO juga memiliki manfaat misalnya anti-gagap teknologi, tahu perkembangan sosial budaya dan lain sebagainya.
FOMO untuk Pemasaran
FOMO dalam pemasaran itu memanfaatkan rasa takut tersebut untuk membuat calon konsumen melakukan pembelian sesegera mungkin.
Sebab kalau tidak, mereka akan ketinggalan sesuatu. Entah itu diskon, stok yang terbatas, atau lainnya.
FOMO ini bukan barang baru di dunia pemasaran. Dari zaman sebelum ada internet, brand di seluruh dunia juga sudah menerapkan FOMO dalam strategi pemasaran.
Hanya saja, dengan kemunculan internet, strategi FOMO ini menjadi jauh lebih mudah dan efektif untuk diterapkan.
Menerapkan Strategi Marketing FOMO
FOMO erat kaitannya dengan psikologi. Jadi, kamu juga perlu memahami psikologi dan implikasinya terhadap sosial budaya.
Intinya dalam menerapkan strategi marketing fomo, kamu juga perlu riset yang cukup mendalam.
Menurut Dr. Chris Hodkinsons, profesor bisnis University of Queensland, strategi marketing FOMO bukan hanya sekedar melihat tren, namun bagaimana bisnis kamu bisa memberikan pengalaman dan advokasi pada konsumen.
Sebab, FOMO juga berkaitan dengan waktu, nilai, dan keunikan.
Berikut contoh penerapan strategi FOMO:
Menciptakan Urgensi
Cara pertama untuk menerapkan strategi FOMO adalah dengan menciptakan keadaan menjadi urgen untuk calon konsumen potensial.
Buat seolah-olah kalau mereka tidak segera memutuskan membeli produk tersebut, mereka akan terdesak.
Yakinkan kepada pelanggan bahwa keputusan untuk membeli tersebut adalah hal yang harus dan layak dilakukan.
Menampilkan Testimoni Pelanggan
Cara ini adalah strategi dasar dalam marketing.
Hampir sama dengan endorsement, dengan menampilkan testimoni pelanggan kamu bisa menunjukkan produk kamu banyak dibeli dan mendapat ulasan yang menarik.
Kamu bisa mengunggahnya di media sosial atau di website.
Khusus di website, kamu bisa memasukkan logo-logo perusahaan terkenal yang berhasil membeli produk kamu.
Menunjukkan Jumlah Stok Barang
Oleh karena strategi marketing FOMO berkaitan dengan rasa ingin memiliki dengan cepat, maka kamu bisa menunjukkan jumlah stok barang.
Misalnya, “Produk X tersisa 2 lagi!”, atau “Tersisa warna putih!”. Hal kecil ini bisa mempengaruhi psikologi konsumen yang akan memancing mereka membeli produk dengan cepat.
Beri Batas Waktu
Kurang lebih sama dengan flash sale, menjual produk tertentu berdasarkan yang paling laku atau paling langka dengan membatasi waktu pembelian.
Kamu bisa mencantumkan batas waktu pembelian dan sisa waktu pembelian.
Cara ini cukup efektif menarik pelanggan untuk segera membeli produk kamu.
Ciptakan Rasa Kompetisi Antar Konsumen
FOMO itu tentang persaingan. Jadi, bikin konsumen kamu merasa saling bersaing untuk mendapatkan produk yang dijual.
Ambil contoh, cantumkan berapa orang yang melihat produk X, berapa orang yang sudah menekan tombol likes pada produk X, atau berapa orang yang sudah membeli produk X.
Buat Produk Eksklusif
Strategi marketing FOMO berikutnya adalah membuat produk eksklusif.
Membeli sesuatu karena produk tersebut eksklusif dijual pada waktu tertentu membuat konsumen merasa bangga membelinya.
Contohnya kamu menjual produk keluaran merek X yang sedang tren saat ini namun dijual dalam waktu terbatas.
Cara lainnya bisa berkolaborasi dengan influencer. Misalnya, produk tas yang didesain hasil kolaborasi dari desainer X.
Tawarkan Layanan Spesial bagi Pembeli Pertama
Trik lama, tapi cukup efektif memanfaatkan perilaku FOMO.
Contohnya, memberikan gratis ongkos kirim, voucher, atau bahkan item tambahan bagi pembeli pertama.
Pembeli pertama yang dimaksud adalah bukan benar-benar pembeli pertama. Namun Anda bisa membatasi dengan kuota.
Misalnya 10 pembeli pertama atau 100 pembeli pertama.
Memperbaiki Bagian Rekomendasi Produk
Memberikan rekomendasi produk berdasarkan apa yang dibeli atau dilihat konsumen adalah praktik yang sudah jamak dilakukan di toko online.
Tapi, kamu bisa mengubah praktik ini menjadi lebih FOMO dengan cara yang gampang.
Misalnya, alih-alih menuliskan “produk yang berkaitan” atau “rekomendasi produk yang mirip,” kamu bisa mengubahnya menjadi, “Orang lain juga membeli produk ini.”
Perubahan kecil ini menambahkan elemen social proof, sehingga bisa memicu perasaan FOMO pada konsumen.
Itulah, ulasan tentang penerapan strategi pemasaran dengan memanfaatkan perilaku FOMO.
Selain dari sisi marketing, usaha yang bagus juga harus memperhatikan perencanaan bisnis dan keuangan juga.
Nah, untuk urusan rencana keuangan, kamu bisa mengandalkan aplikasi Opaper.
Opaper sebagai aplikasi F&B dapat membantu kamu mengatur keuangan bisnis mulai dari membuat laporan keuangan, manajemen inventori, pembuatan invoice hingga mengatur pengiriman barang.
Iya, aplikasi memang cocok untuk kamu yang memiliki bisnis F&B seperti restoran dan cafe.
Dengan menggunakan Opaper, kamu bisa menaikkan penjualan bisnis F&B-mu.
Ada banyak fitur yang ditawarkan Opaper misalnya, pembayaran melalui kode QR, jadi pelanggan tinggal lihat menu sekaligus bayar, bisa menerima pesanan dine-in, take away ataupun delivery dengan harga outlet, tersedia customer database untuk promosi ke pelanggan kamu, dan masih banyak lagi.
Temukan fitur lengkap Opaper lainnya dan coba free trial penggunaan aplikasi Opaper.